Kamis, 07 Juni 2012

CONTOH SKRIPSI


PENGGUNAAN METODE PENEMUAN
DALAM PEMBELAJARAN IPA PADA KONSEP BATUAN
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
(PTK di Kelas V SDN Tamansari 01 Kec. Rumpin Kab. Bogor)



SKRIPSI


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan  Pendidikan Guru Sekolah Dasar






Oleh:
BADRUDIN
NIM: 0708487








FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SERANG
2009
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

BADRUDIN
NIM: 07080487

PENGGUNAAN METODE PENEMUAN DALAM PEMBELAJARAN IPA
PADA KONSEP BATUAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
(PTK Di Kelas V SD Negeri Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor)


DISETUJUI DAN DISYAHKAN OLEH:
Pembimbing I:





Dra. Sri Wuryastuti, M.Pd.
NIP. 19580614.198603.2.002

Pembimbing II:





Drs. Djedjen Al-Rasyid, M.Ed.
NIP. 19551209.198203.1.003


Mengetahui:
Ketua Jurusan,





Dra. Hj. Nur’aini, M.Pd.
NIP. 19580109.198203.2.002


MOTTO

Dengan agama hidup jadi terarah,
Dengan ilmu hidup jadi mudah, dan
Dengan seni hidup jadi indah. (Prof. Dr. H. A. Mukti AS.)


ABSTRAKSI

BADRUDIN, NIM: 0708487. “Penggunaan Metode Penemuan dalam Pembelajaran IPA Pada Konsep Batuan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. (PTK di Kelas V SD Negeri Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor). Skripsi Sarjana Pendidikan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Serang.

Permasalahan yang terjadi di kelas V SD Negeri Tamansari 01 adalah semua siswa kurang berminat terhadap pelajaran IPA dan hasil belajar siswa sangat rendah. Semua ini disebabkan oleh kebiasaan guru dalam menyampaikan materi pelajaran sangat monoton dengan hanya menggunakan metode ceramah, tidak pariatif, dan siswa tidak diberi kesempatan untuk beraktifitas dalam kegiatan pembelajaran. Untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti segera mengadakan penelitian di sekolah tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan minat belajar dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA pada Konsep Bantuan dengan menggunakan metode penemuan. Dengan metode penemuan semua siswa dituntut untuk mencari, mengidentifikasi batuan berdasarkan tekstur, bentuk, warna, dan sifat sehingga pada akhirnya menemukan jenis batuan.
Dari sebuah hipotesis yang dirumuskan bahwa, jika digunakan metode penemuan dalam pembelajaran IPA pada Konsep Batuan, maka hasil belajar siswa akan meningkat.
Untuk menguji kebenaran hipotesis ini, peneliti segera mengadakan penelitian dengan mengambil sample 20 siswa kelas V SD Negeri Tamansari 01 sebagai pelaksanaan kegiatan tindakan.
Hasil kegiatan tindakan yang dilaksanakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1.      Kegiatan Pra Siklus dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa 39,0
2.      Kegiatan siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 59,0
3.      Kegiatan siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa kembali meningkat menjadi 67,5
4.      Kegiatan siklus III nilai rata-rata hasil belajar siswa lebih meningkat lagi menjadi 76,0.

Dari hasil kegiatan tindakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, kegiatan tindakan dari setiap siklus mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari minat belajar yang kurang menjadi lebih berminat, serta dari hasil belajar yang sangat rendah menjadi lebih tinggi. Ini membuktikan bahwa, penggunaan metode penemuan dalam pembelajaran dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih pantas untuk di ucapkan selain kata puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidyah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya semoga sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya.
Maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang.
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan dan kesulitan yang dihadapi seperti masalah waktu, jarak, buku referensi, dan lain-lain. Namun berkat bantuan, motivasi dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya semua dapat teratasi.
Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1.      Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd., sebagai Rektor UPI
2.      Bapak Dr. H. Sofyan Iskandar, M.Pd., sebagai Direktur UPI Kampus Serang
3.      Ibu Dra. Hj. Nuraini, M.Pd., sebagai ketua jurusan UPI Kampus Serang
4.      Bapak Drs. Ajo Sutarjo, sebagai ketua jurusan PGSD DM
5.      Ibu Dra. Sri Wuryastuti, M.Pd., sebagai dosen pembimbing I yang selalu meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis
6.      Bapak Djejen Al-Rasyid, M.Ed., sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini
7.      Seluruh dosen yang ada di UPI Kampus Serang yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini
8.      Kepada Abah Asda dan Ambu Arnasih sebagai orang tua tercinta, dan keluarga besar di Kp. Sukamaju – Cijaku – Malingping, atas motifasi, dorongan, dan dukungan, serta doanya.
9.      Kepada Istriku Nurhayati, S.Pd, kedua anakku tercinta Syifa Tazkia dan   Rifda Mahira Rizkia yang menjadi motivator dalam penyelesaian skripsi ini.
10.  Ibu Wari Warsita, S.Pd., sebagai Kepala Sekolah SD Negeri Tamansari 01 dan para guru yang telah memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan penelitian
11.  Bapak Sugeng, S.Pd., sebagai Kepala Sekolah SD Negeri Leuwiranji 01 yang telah mengijinkan penulis untuk “mengobrak-abrik” perpustakaan sekolah tersebut, dalam rangka melengkapi bahan tulisan ini
12.  Mas Adi yang sudah membantu dalam pengetikan skripsi ini
13.  Rekan-rekan kuliah dan semua pihak yang telah membantu lancarnya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari segala keterbatasan bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan masukan dari semua pihak akan peneliti terima dengan senang hati.
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Serang,     Mei 2009



Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................  i
KATA PENGANTAR ................................................................................  ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................  iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................  vii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................  viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................  ix
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................  x
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................  1
  1. Latar Belakang Masalah ..................................................................  1
  2. Perumusan Masalah .........................................................................  4
  3. Tujuan Penelitian .............................................................................  4
  4. Kegunaan Penelitian ........................................................................  5
  5. Definisi Operasional ........................................................................  6
BAB II KAJIAN TEORITIS .....................................................................  9
  1. Kajian Teori .....................................................................................  9
1.      Hakikat Pembelajaran IPA ..............................................................  9
2.      Metode Pembelajaran ......................................................................  13
3.      Konsep Batuan ................................................................................  26
4.      Pembelajaran IPA di SD .................................................................  32
  1.  Kajian Hasil Penelitian ...................................................................  41

  2. iv
     
    Kerangka Berfikir ............................................................................  42
  3. Hipotesis Tindakan ..........................................................................  44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................  45
  1. Metode Penelitian ...........................................................................  45
  1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas .............................................  45
  2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas .............................  47
  3. Bentuk Penelitian Tindakan Kelas ..................................................  47
  1. Desain Penelitian Tindakan Kelas ...................................................  49
  2. Prosedur Penelitian ..........................................................................  51
  1. Perencanaan Penelitian ....................................................................  51
  2. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................  52
  1. Lokasi dan Objek Penelitian ...........................................................  58
  1. Lokasi Penelitian .............................................................................  58
  2. Objek Penelitian ..............................................................................  58
  1. Prosedur Pengumpulan Data ...........................................................  58
  1. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................  58
  2. Prosedur Pengolahan Data ..............................................................  62
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................  64
  1.  Pelaksanaan PTK ............................................................................  64
  1. Kegiatan Pra Siklus .........................................................................  65
  2. Siklus I ............................................................................................  69
  3. Siklus II ...........................................................................................  74
  4. Siklus III .........................................................................................  80

  1. v
     
     Hasil dan Pembahasan ....................................................................  86
  2.  Jawaban Hipotesis ..........................................................................  93
BAB V KESIMPULAN .............................................................................  95
  1. Kesimpulan ......................................................................................  95
  2. Rekomendasi ...................................................................................  96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................  98
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................  100
RIWAYAT HIDUP


DAFTAR TABEL

Tabel:
2.1.    Beberapa Batuan Beku dan Cara Terbentuknya ...................................... 29
2.2.    Beberapa Batuan Sedimen dan Cara Terbentuknya ................................ 30
2.3.    Beberapa Batuan Metamorf dan Cara Terbentuknya .............................. 31
3.1.    Lembar Pedoman Penilaian Proses Kegiatan Diskusi Kelompok ............ 60
3.2.    Lembar Wawancara Siswa ....................................................................... 62
4.1.    Hasil Wawancara Siswa Sebelum Pra Siklus ........................................... 65
4.2.    Observasi Kegiatan Pembelajaran Pra Siklus ........................................... 66
4.3.    Hasil Tes Evaluasi Pada Kegiatan Pra siklus ........................................... 67
4.4.    Penilaian Proses Kegiatan Diskusi Kelompok Tindakan Siklus I ............ 72
4.5.    Hasil Tes Evaluasi Pada Kegiatan Siklus I .............................................. 73
4.6.    Penilaian Proses Kegiatan Diskusi Kelompok Tindakan Siklus II ........... 78
4.7.    Hasil Tes Evaluasi Pada Kegiatan Siklus II ............................................. 79
4.8.    Penilaian Proses Kegiatan Diskusi Kelompok Tindakan Siklus III ......... 83
4.9.    Hasil Tes Evaluasi Pada Kegiatan Siklus III ........................................... 84
4.10.  Hasil Wawancara Siswa Setelah Siklus III .............................................. 86
4.11.  Rekapitulasi Rata-Rata Penilaian Proses Kegiatan Diskusi Pada
             Tiap Siklus ................................................................................................ 88
4.12.  Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Siswa ..................................................... 90
4.13.  Rekapitulasi Hasil Wawancara Siswa ...................................................... 92

DAFTAR GRAFIK

Grafik:
4.1.    Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Penilaian Proses Kegiatan Diskusi............. 89
4.2.    Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Penilaian Proses Kegiatan Diskusi ............ 91



DAFTAR GAMBAR

Gambar:
3.1.       Model Spiral Kemmis & Mc Taggart .................................................  50






DAFTAR LAMPIRAN

Lamp:
1.   Surat keputusan pengangkatan pembimbing penyusunan SKRIPSI .................  L.1
2.   Surat permohonan ijin mengadakan penelitian ..................................................  L.2
3.   Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ...............................................  L.3
4.   Daftar nama-nama siswa kelas V SD Negeri Tamansari 01 ..............................  L.4
5.   Jadwal kegiatan penelitian .................................................................................  L.5
6.   Format wawancara ............................................................................................  L.6
7.   RPP (pra siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III) .............................................  L.7
8.   Lembar kerja siswa (siklus I, siklus II, dan siklus III) .......................................  L.19
9.   Format pengamatan diskusi ...............................................................................  L.22
10. Lembar evaluasi siswa (pra siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III) .................  L.23
11. Sampel lembar evaluasi hasil pengisian siswa (pra siklus, siklus I, II, dan III) .  L.31
12. Foto sekolah lokasi penelitian ............................................................................  L.35
13. Foto peneliti, Kepala Sekolah, dan Dewan Guru sedang berdiskusi ................  L.36
14. Foto wawancara dengan siswa ..........................................................................  L.37
15. Foto jenis-jenis batuan .......................................................................................  L.38
16. Foto Jenis-jenis batuan hasil temuan siswa ........................................................  L.39
17. Foto kegiatan pra siklus .....................................................................................  L.40
18. Foto kegiatan siklus I ........................................................................................  L.41
19. Foto kegiatan siklus II .......................................................................................  L.42
20.       Foto kegiatan siklus III          





 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan menjadi faktor yang sangat penting dan menentukan dalam upaya menata dan membangun manusia Indonesia ke arah yang baik, maju, dan berkualitas. Proses pendidikan pada hakekatnya berlangsung seumur hidup (live long education) dan perlu dilakukan sedini mungkin terhadap generasi muda. Penyelenggaraan pendidikan tersebut menjadi tugas dan kewajiban pemerintah secara khusus sebagai penyelenggara negara dan menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah secara umum.
Salah satu kamampuan yang dikembangkan dalam pendidikan adalah kemampuan kreativitas. Kemampuan ini dibutuhkan terutama dalam menghadapi masa depan dan era globalisasi serta canggihnya teknologi komunikasi yang berkembang begitu pesat. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk merumuskan solusi dari permasalahan yang dihadapinya.

1
 
Untuk mengembangkan kreativitas bagi siswa pada bidang pendidikan salah satunya adalah melalui pembelajaran IPA. Dalam hal ini dapat ditemukan bahwa pada proses pembelajaran IPA, siswa memperoleh latihan secara implisit maupun secara ekplisit cara berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. Bahkan dengan jelas dikemukakan dalam KBK dikdas IPA 2004 bahwa salah satu                 tujuan pembelajaran IPA yang hendak dicapai adalah untuk menjadikan siswa mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap menghargai, tekun, sikap kritis, objektif, terbuka, inovatif dan kreatif, mambantu siswa mengembangkan daya nalar, berpikir logis, sistematika logis, kreatif, cerdas, rasa keindahan, sikap terbuka dan rasa ingin tahu, mawas diri, mandiri, bekerjasama, dan bertanggungjawab.
Tujuan tersebut berimplikasi pada upaya untuk menjadikan pelajaran IPA menarik bagi siswa sehingga mereka menjadi aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Dengan aktif dan kreatifnya siswa dalam pembelajaran IPA, maka diharapkan hal itu akan memberikan efek positif terhadap hasil belajar yang diperolehnya. Hasil belajar yang dimaksud antara lain tercermin pada kemampuan komunikasi, penalaran, kreatif, serta kemampuan pemecahan masalah.
Materi batuan merupakan bagian pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang menekankan pada kemampuan siswa untuk mengidentifikasi ciri, sifat, bentuk, unsur, warna, dalam membedakan jenis-jenis batuan. Seperti halnya materi yang dipelajari kelas V SD semester 2 yang dimulai dari proses pembentukan tanah sampai menggolongkan batuan berdasarkan warna, kekerasan, dan permukaan (kasar dan halus).
Mengingat tuntutan terhadap penguasaan materi batuan di kelas V SD semester 2, dan agar tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat tercapai secara optimal, maka dalam penyajian materi batuan, guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan segala potensinya, membangun sendiri pengetahuannya untuk memecahkan masalah serta membuat pembelajaran lebih bermakna. Pernyataan tersebut berdasarkan atas pendapat Piaget (Dahar, 1996:117) yang menyatakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.
Kenyataan di lapangan, peneliti memperoleh temuan mengenai sikap siswa terhadap proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), siswa mengalami kejenuhan karena pembelajaran kurang menarik, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif memanipulasikan benda-benda secara langsung, sehingga sebagian besar siswa sukar memahami setiap konsep yang diajarkan, yang akhirnya prestasi belajar siswa dalam materi batuan khususnya jenis-jenis batuan menjadi rendah.
Permasalahan yang terjadi di SDN Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor pada siswa kelas V semester 2 adalah siswa tidak menguasai konsep jenis-jenis batuan, ini disebabkan dari kurangnya penguasaan konsep dasar batuan seperti, bentuk, unsur, sifat, dan warna sehingga kesulitan membedakan jenis-jenis batuan, penyebabnya adalah kurang menariknya guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Apabila permasalahan di atas tidak segera diatasi maka tujuan dari pembelajaran IPA tidak akan tercapai dan keaktifan belajar serta hasil belajar siswa tidak akan meningkat, sebaliknya apabila masalah tersebut segera diatasi maka tujuan dari pembelajaran IPA akan tercapai dan keaktifan siswa serta hasil belajar siswa akan meningkat.
Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran IPA yang berbasis pada pemecahan masalah yang aktif dan kreatif. Salah satu model yang dimaksud adalah dengan menggunakan metode penemuan, dimana dalam metode tersebut keaktifan dan kreatifitas siswa bisa tergali karena siswa akan tertantang untuk menemukan, mencari, mengolah, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menyimpulkan sendiri dari permasalahan yang dihadapinya, dalam hal ini adalah jenis-jenis batuan.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas penulis merasa tertarik untuk segera mengadakan penelitian dengan mengambil judul skripsi: “PENGGUNAAN METODE PENEMUAN PADA PEMBELAJARAN IPA PADA KONSEP BATUAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA”.

B.     PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah:
1.       Apakah dengan penggunaan metode penemuan dalam pembelajaran jenis-jenis batuan dapat meningkatkan keaktifan siswa?
2.       Apakah dengan penggunaan metode penemuan dalam pembelajaran jenis-jenis batuan dapat meningkatkan hasil belajar siswa?

C.    TUJUAN PENELITIAN
Dari hasil perumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
Ingin membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep batuan dengan menggunakan metode penemuan.
2.      Tujuan Khusus
a.       Ingin meningkatkan keaktipan siswa pada konsep batuan melalui metode penemuan
b.      Ingin meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep batuan melalui metode penemuan.

D.    KEGUNAAN PENELITIAN
1.       Manfaat Bagi Peneliti
a.       Mengembangkan ilmu yang dimiliki tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan metode penemuan
b.      Menambah pengalaman tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan metode penemuan
c.       Berbagi ilmu dan pengalaman dengan para pembaca

2.       Manfaat Bagi Siswa
a.       Meningkatkan minat, aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya yang berhubungan dengan jenis-jenis batuan dengan metode penemuan.

3.       Manfaat Bagi Guru/ Pembaca
a.       Memperoleh wawasan dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang membuat siswa lebih berminat, aktif, dan antusias dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan khususnya yang berhubungan dengan jenis-jenis batuan melalui metode penemuan
b.      Memperoleh masukan, sumbangan pemikiran tentang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya pembelajaran jenis-jenis batuan yang menggunakan metode penemuan.

E.     DEFINISI OPERASIONAL
Untuk memperjelas tentang judul penelitian ini, maka penulis akan menegaskan kembali dan memberi arahan tentang apa yang akan diteliti.
1.       Pengertian Metode
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998: 372), metode adalah cara sistematis dan berfikir baik untuk mencapai tujuan. Sedangkan pengertian metode menurut Narbuko dan Akhmadi (2001: 1), metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Selanjutnya pengertian metode yang terdapat dalam buku Didaktik/Metodik Umum dijelaskan bahwa: “Metode adalah suatu cara pemberian pembelajaran oleh guru terhadap kelas”.
Berdasarkan beberapa sumber di atas, pengertian metode dapat penulis simpulkan sebagai: “Suatu cara yang tepat untuk mencapai sesuatu agar memperoleh hasil yang baik”.

2.       Pengertian Metode Penemuan
Menurut Sudirman, dkk. (1991: 168) metode penemuan adalah cara penyajian yang banyak melibatkan siswa dalam proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sound (1997) dalam Sudirman (1992: 168) discovery adalah proses mental dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.
3.       Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang ditata dan diatur sedemikian rupa dengan didasarkan pada berbagai aspek, baik menyangkut aspek konsep hakikat pembelajaran maupun ketentuan dan yuridis formal yang mengatur pelaksanaan pendidikan pada umumnya dan pembelajaran secara lebih khusus. (Dadang Sukirman, 2007: 1).

4.       Pengertian Batuan dan Jenis-jenis Batuan
Batuan adalah bagian bumi yang keras dan membentuk kerak bumi.      (Sukisyana, 2004:152).
Batuan adalah bagian bumi yang keras dan membentuk lapisan luar bumi yang disebut kerak bumi. (Ensiklopedia IPA Fisika, 2007:1).

5.       Pengertian Konsep
Konsep adalah rancangan, rencana (Armis Dally, dkk., 2007: 569)
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 456) dikatakan sebagai berikut:
Konsep adalah peristiwa yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit, gambaran mental dari objek, proses atau apapun di luar bahasa untuk memahami hal lain.

6.       Pengertian IPA
Menurut Kurikulum KBK (2004: 129) IPA diartikan sebagai berikut:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan-gagasan.

7.       Pengertian Hasil Belajar
Wiranata Putra, dkk (2005: 2.5) menjelaskan pengertian hasil belajar sebagai berikut:
Hasil belajar adalah merupakan perubahan prilaku seseorang baik berupa pengetahuan, keterampilan dan penguasaan nilai-nilai, perubahan tingkah laku dihasilkan dari pengalaman, proses mental dan emosional.


 
BAB II
KAJIAN TEORITIS

A.    KAJIAN TEORI
1.      Hakikat Pembelajaran IPA
a.       Pengertian Pelajaran IPA

9
 
Dari segi istilah yang dimaksud IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam berarti “Ilmu” tentang “Pengetahuan Alam”. “Ilmu” artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolok ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional maksudnya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat. Sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataannya, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indra. Pengetahuan alam sudah jelas artinya adalah pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isinya. Adapun “pengetahuan” itu sendiri artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Apakah ada pengetahuan alam yang tidak rasional? Jawabannya adalah “ada”, misalnya bahwa pelangi itu adalah selendang bidadari yang mau turun mandi, gerhana bulan terjadi karena ditelan raksasa sakti yang telah dipenggal lehernya, oleh karena itu setelah ditelan bulan akan muncul lagi karena keluar dari kerongkongan raksasa. Pengetahuan alam semacam ini kita sebut sebagai pengetahuan alam yang mitologis sifatnya.
Mengidentifikasi sesuatu hanya dari segi istilah yang digunakan itu seringkali mendapatkan gambaran yang terlalu sempit seperti halnya pengertian IPA yang telah diuraikan di atas. Kalau kita simak lebih mendalam pengertian tersebut maka IPA seolah hanya merupakan kumpulan pengetahuan, yaitu kumpulan pengetahuan tentang alam. Padahal pengertian IPA lebih luas dari sekedar kumpulan pengetahuan.
Untuk itu marilah kita dengar pendapat dari beberapa tokoh IPA, diantaranya:
Nash (1963 dalam Darmojo & Kaligis, 1993: 3) menjelaskan tentang IPA sebagai berikut:
IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam, cara IPA mengamati dunia itu bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya itu.

Makna dari kalimat tersebut kurang lebih adalah bahwa IPA itu merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu. IPA dapat dipandang sebagai institusi, metode, kumpulan pengetahuan, suatu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi, salah satu faktor penting yang mempengaruhi sikap dan pandangan manusia terhadap alam (Darmojo & Kaligis, 1993:4).
Carin dan Sund (1985 dalam Darmojo & Kaligis, 1993: 4) mengatakan:
 science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation. As data are collected, theories are advanced to explain and account for what has been observed.

(IPA adalah sistem dalam memahami tentang alam semesta melalui pengumpulan data berdasarkan observasi dan percobaan yang terkontrol. Ketika data sudah terkumpul, teori-teori dikembangkan untuk menjelaskan dan mengkaji apa yang telah diamati).

Selanjutnya dalam KBK (2004: 129) dijelaskan sebagai berikut:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pelajaran IPA adalah kumpulan pengetahuan, gagasan, dan konsep-konsep yang berupa teori-teori yang berfungsi menjelaskan gejala-gejala alam yang diperoleh dari pengalaman melalui proses ilmiah.

b.      Fungsi Pelajaran IPA
Mata pelajaran IPA berfungsi untuk:
1)      Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari
2)      Mengembangkan keterampilan proses
3)      Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari
4)      Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
5)      Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

c.       Tujuan Pelajaran IPA
Pengajaran IPA bertujuan agar siswa:
1)      Memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari
2)      Memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan tentang alam sekitar
3)      Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar
4)      bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerjasama dan mandiri
5)      Mampu menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
6)      Mampu menggunakan teknologi sederhana yang berguna untuk memecahkan suatu masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
7)      Mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

d.      Ruang Lingkup Pelajaran IPA
Ruang lingkup mata pelajaran IPA mencakup:
1)      Mahluk hidup dan proses kehidupannya meliputi udara, air, tanah dan batuan
2)      Materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi udara, air, tanah dan batuan
3)      Listrik dan magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, bumi dan benda-benda langit lainnya
4)      Kesehatan, makanan, penyakit dan pencegahannya
5)      Sumber daya alam, kegunaan, pemeliharaan dan pelestariannya.

2.      Metode Pembelajaran
a.       Pengertian Metode
Beberapa pengertian metode yang dikemukakan oleh para ahli, penulis kutip dari beberapa sumber diantaranya:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:372) metode artinya cara sistematis dan terpikir baik untuk mencapai tujuan, prinsip dan praktek-praktek pengajaran bahasa. Sedangkan Narbuko & Ahmadi (2001: 1) menyatakan metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.
Selain itu Depdikbut (1996: 49) menjelaskan sebagai berikut:
Metode merupakan suatu cara menyampaikan pelajaran kepada siswa dengan memperhatikan faktor-faktor kemampuan guru, keadaan sarana dan prasarana, kekhasan bahan pelajaran, serta keadaan siswa.

Sedangkan pengertian metode yang terdapat dalam didaktik/metodik umum dijelaskan bahwa:
 Metode adalah suatu cara pemberian pelajaran oleh guru terhadap kelas (Depdikbud, 1994: 15).
Berdasarkan beberapa sumber di atas, pengertian metode dapat penulis simpulkan bahwa metode sebagai suatu cara yang tepat untuk mencapai sesuatu agar memperoleh hasil baik.

b.      Jenis-Jenis Metode
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode mengajar, prinsip tersebut terutama berkaitan dengan faktor perkembangan kemampuan siswa.
Menurut Udin S. Winataputra (1997: 4.4) metode mengajar yang harus diperhatikan di antaranya:
1)      Metode mengajar harus memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu (curiosity) siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran
2)      Metode mengajar harus memungkinkan dapat memberikan peluang untuk berekspresi yang kreatif dalam aspek seni
3)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan masalah
4)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji kebenaran sesuatu (sikap skeptis)
5)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk melakukan penemuan (berinkuiri) terhadap sesuatu topik permasalahan
6)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa mampu menyimak
7)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri (independent study)
8)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara bekerja sama (cooperative learning)
9)      Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi dalam belajar.

Prinsip-prinsip tersebut dalam prosesnya merupakan esensi dan karakteristik dari masing-masing metode mengajar.
Guru dituntut untuk memilih metode yang tepat. Dengan hal ini, pokok permasalahan siswa dapat dipecahkan dengan baik. Berbagai jenis metode yang harus diketahui oleh guru  menurut Sudirman, dkk. (1991: 113) yaitu sebagai berikut:
1)      Metode ceramah
2)      Metode tanya jawab
3)      Metode diskusi
4)      Metode pemberian tugas
5)      Metode kerja kelompok
6)      Metode demonstrasi
7)      Metode simulasi
8)      Metode eksperimen
9)      Metode penemuan
10)  Metode karyawisata

Sebenarnya semua metode pasti ada keuntungan dan kelemahan, maka diperlukan kepintaran dalam memilih yang paling tepat dengan pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Penulis akan mencoba metode penemuan untuk diterapkan dalam menanamkan konsep batuan dan jenis-jenis batuan dalam pembelajaran IPA dengan penuh harapan semoga metode penemuan ini akan menjadi solusi guru dalam memberikan pelajaran. Karena menurut para ahli metode penemuan meliputi pengalaman-pengalaman belajar yang akan menjamin siswa dapat mengembangkan proses penemuan.

c.       Metode Penemuan
1)      Pengertian Metode Penemuan
Metode penemuan (discovery method) adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Discovery adalah proses mental, dan dalam proses itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.
Istilah asing yang sering digunakan untuk metode ini ialah discovery yang berarti penemuan, atau inquiry yang berarti mencari. Mengenai penggunaan istilah ini para ahli terbagi ke dalam dua pendapat, yaitu:
(a)    Istilah-istilah discovery dan inquiry dapat diartikan dengan maksud yang sama dan digunakan saling bergantian atau keduanya sekaligus
(b)   Istilah discovery sekalipun secara umum menunjukkan kepada pengertian yang sama dengan inquiry, pada hakekatnya mengandung perbedaan dengan inquiry.

Dijelaskan oleh Moh. Amien (1991: 169) pengajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses-proses discovery dan lebih banyak lagi. Dengan kata lain inquiry adalah suatu perluasan proses-proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya.
Disamping dari beberapa pengertian di atas, masih ada beberapa pengertian di bawah ini:
Metode penemuan diambil dari www.google.com sebagai berikut:
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan aktif tanpa bantuan guru. Metode penemuan melibatkan peserta didik dalam proses mental dalam rangka pengembangannya.  Metode ini memungkinkan peserta didik menemukan sendiri informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya (Mulyani Sumantri, 2004: 20).

Pengertian metode penemuan diambil dari buku strategi belajar mengajar sebagai berikut:
Metode penemuan berasal dari bahasa Inggris yaitu inquiry yang berarti mencari/meneliti dan discovery yang berarti penemuan. Metode penemuan mengutamakan kegiatan siswa (student centered) mendorong berfikir sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (E. Yusnandar & E. Zulkifly, 2007: 80-81)

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa metode penemuan adalah metode yang banyak melibatkan siswa secara aktif untuk menganalisa, mengidentifikasi, mencari dan menemukan jawaban untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

2)      Jenis-Jenis Metode Penemuan
Metode penemuan terdiri atas beberapa jenis. Ada jenis metode penemuan yang masih banyak dibimbing atau diarahkan guru, tetapi ada pula jenis metode penemuan di mana siswa banyak diberi kebebasan dan dilepas oleh guru dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajarnya.
Moh. Amin (1979) menguraikan tentang tujuh jenis inquiry-discovery yang dapat diikuti sebagai berikut:
(a)    Guide Discovery-Inquiry Lab. Lesson
Sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.
(b)   Modified Discovery-Inquiry
Dalam metode ini guru hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkan masalahnya melalui pengamatan, eksplorasi atau melalui prosedur penelitian untuk memilih jawabannya. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara kelompok atau perorangan. Guru berperan sebagai pendorong, narasumber (resource person), dan bertugas memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa. Kegiatan utamanya ditekankan pada eksplorasi, merancang, dan melaksanakan eksperimen.

(c)    Free Inquiry
Kegiatan ini dilakukan setelah siswa mempelajari dan mengerti bagaimana memecahkan suatu problema dan telah memperoleh pengetahuan cukup tentang bidang studi tertentu serta telah melakukan modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang akan dipelajari atau dipecahkan.
(d)   Invitation Into Inquiry
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara yang lazim diikuti oleh sainstis. Suatu undangan (invitation)memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan.
(e)    Inquiry Role Approach
Inquiry Role Approach merupakan kegiatan proses belajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang masing-masing terdiri atas empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota tim diberi tugas suatu peranan yang berbeda-beda sebagai berikut:
(1)   Koordinator tim
(2)   Penasehat teknis (technical advisor)
(3)   Pencatat data (data recorders)
(4)   Evaluator proses

(f)    Pictorial Riddle
Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar, peragaan, atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu.
(g)   Synaptics Lesson
William J.J. Gordon, dkk. dalam sudirman (1975: 314-329) telah menghasilkan suatu pendekatan untuk menstimulasi bakat-bakat kreatif siswa yang dinamakan synaptic. Gordon percaya bahwa proses-proses kreatif dapat diungkapkan dan dikembangkan melalui pengajaran berbagai bidang ilmu pengetahuan, misalnya sains dan ilmu-ilmu sastra. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa emosi, afeksi, dan komponen-komponen arasional kreativitas, pada permulaannya lebih penting dibandingkan dengan pikiran-pikiran rasional. Oleh karena itu, kebanyakan kegiatan synaptic dinilai dengan kegiatan-kegiatan kelompok yang tidak rasional, yang kemudian berkembang menuju kepada problema dan pemecahan problema yang rasional.

d.      Langkah-Langkah Metode Penemuan
Untuk melaksanakan metode penemuan pelaksanaannya melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Siswa dibagi beberapa kelompok, setiap kelompok kurang lebih terdiri dari 5 orang
2)      Menentukan pokok masalah yang akan dipecahkan
3)      Merumuskan masalah bentuk pertanyaan-pertanyaan agar lebih tajam dan terasa bahwa itu suatu masalah. Seperti: Mengapa balon yang berisi udara bila dipanaskan akan meledak?
4)      Mendiskusikan masalah dengan kegiatan antara lain:
(a)    Dugaan atau terkaan mengenai jawaban suatu masalah, tanpa mempunyai bukti nyata
(b)   Mengumpulkan data
Untuk mengetahui benar atau tidaknya hipotesis diperlukan keterampilan bahan atau data. Kelompok bertukar pikiran, mencari data dari buku-buku, wawancara, angket, eksperimen atau penyelidikan. Jenis bahan yang perlu dikumpulkan ditentukan oleh masalah dan hipotesis yang diajukan.
(c)    Analisis dan sintesis data
Bahan yang dikumpulkan harus ditinjau dan dianalisa secara kritis dan melihat hubungannya dengan pemecahan masalah
(d)   Mengambil kesimpulan
Berdasarkan data atau bahan keterangan yang telah dikumpulkan dan dianalisa secara kritis dapat diuji kebenaran hipotesis
(e)    Mencoba dan melaksanakan kesimpulan yang diperoleh
Kebenaran kesimpulan bukan hanya berupa hasil pemikiran, melainkan harus pula dibuktikan kebenarannya dalam perbuatan dan kelakuan. Dengan pemikiran anak memperoleh pengetahuan, pengertian, dan keterampilan baru yang perlu diterapkan dalam perbuatan
(f)    Menilai kembali keseluruhan proses pemecahan masalah
Akhirnya ditinjau kembali proses berfikir itu dalam keseluruhannya dari awal sampai akhir. Setiap langkah dinilai secara kritis untuk mengetahui jika ada kekurangan atau kesalahan.

e.       Keuntungan dan Kelemahan Metode Penemuan
Guna mencapai tujuan agar berhasil maka seorang guru harus memahami betul keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan metode penemuan. Dengan demikian E. Yusnandar & E. Zulkifly (2003: 86) berpendapat bahwa keuntungan dan kelemahan metode penemuan uraiannya sebagai berikut:
1)      Keuntungan metode penemuan (discovery)
(a)    Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif, karena terlibat dalam proses penemuan
(b)   Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan berkat pembuktian dari hasil penelitiannya dan proses kerja sama dengan lainnya
(c)    Menimbulkan rasa senang siswa, karena tumbuhnya rasa ingin tahu melalui penyelidikan
(d)   Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik
(e)    Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
(f)    Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesa sendiri
(g)   Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik
(h)   Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya (a fully functioning person), dan mengembangkan self concept pada diri siswa.
2)      Kelemahan metode penemuan
(a)    Berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran tertentu untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan melakukan abstraksi atau berfikir, atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, sehingga ada kecenderungan menimbulkan frustasi
(b)   Kebiasaan guru mengajar yang umumnya sebagai pemberi atau penyaji informasi dituntut mengubah kebiasaan tersebut menjadi sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing siswa dalam belajar
(c)    Pelaksanaan metode ini memerlukan penyediaan berbagai sumber belajar dan fasilitas yang memadai
(d)   Pemecahan masalah mungkin dapat bersifat mekanistis, formalitas dan membosankan. Pemecahan masalah seperti ini tidak menjamin penemuan yang penuh arti
(e)    Kebebasan yang diberikan kepada siswa dalam pelaksanaan metode ini tidak berarti menjamin bahwa belajar dengan baik dalam arti mengerjakan dengan tekun, penuh aktivitas dan terarah.

Sedangkan menurut Nouhi Nasution (1998: 24) mengatakan:
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain: pengetahuan yang diperoleh akan bertahan lama atau dengan kata lain akan lama untuk diingatnya dan akan mudah untuk diingat dibanding dengan cara-cara belajar yang lain. Ada istilah yang populer

Sebagai contoh apabila seorang anak diberitahu bahwa api itu panas, ada kemungkinan besar dia akan segera lupa apa yang baru saja diberi tahu. Tetapi apabila suatu ketika anak memegang api dan dia merasakan panasnya, maka kemungkinan besar sekali anak tersebut selalu mengingatnya. Hasil belajar melalui penemuan akan lebih mudah dipindahkan. Jadi prinsip-prinsip atau konsep yang lebih dimiliki akan lebih mudah untuk disesuaikan dengan kondisi baru. Selain itu, melalui belajar penemuan akan meningkatkan penalaran siswa dan mengambangkan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Model belajar ini akan menumbuhkan siswa untuk belajar bagaimana belajar mandiri.
Siswa dituntut untuk memecahkan masalah sendiri agar siswa bisa belajar secara mandiri, di sini guru hanya mengawasi dan memberi dorongan serta bimbingan.
 Seperti pendapat Artur A. Carin (1989: 91) yang mengatakan:
 On the other extreme is exploration or free discovery, where students are most active and the teacher acts a facilitator (less dominant an in the background) for developing student skill.

(Pada perbedaan yang besar explorasi atau penemuan bebas, di mana para siswa adalah bagian yang paling aktif dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator [kurang berperan atau hanya memberikan dorongan] untuk mengembangkan ketrampilan siswa)

Juga menurut Hadiat (1976: 78) bahwa metode penemuan (discovery) merupakan bagian dari pendekatan inkuiri (meneliti) bahwa setiap metode pasti ada faktor keuntungan dan kelemahan yaitu:
Belajar dengan cara menemukan mempunyai lebih banyak keuntungan-keuntungan jika dibandingkan dengan belajar melalui cara diberi tahu. Keuntungan-keuntungan itu antara lain:
(a)    Pengertian yang didapat lebih tahan lama
(b)   Pelajaran menjadi lebih berarti dan menyenangkan
(c)    Disamping memperoleh pengetahuan yang berupa sekumpulan fakta, anak terlatih menggunakan metode ilmiah dan sikap ilmiah dalam memecahkan masalah

Waktu yang diperlukan untuk mengajar dengan metode ini tentu lebih lama. Tetapi hasil yang didapat akan sangat tahan lama.
Keinginan untuk mengefektifkan cara belajar penulis bukan untuk merubah materi, lingkungan, atau buku, tetapi mencari metode yang paling tepat dan sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
Seperti pendapat Arikunto   (1997: 4) yang mengatakan sebagai berikut:
Seorang guru ingin memperbaiki cara mengajar maka faktor lain seperti materi, lingkungan, buku, dan sebagainya tidak diubah, tetapi seperti sediakala, dan hanya metode atau cara mengajarlah yang diubah.

Selain pendapat tentang kelebihan dan kelemahan metode penemuan di atas, penulis juga akan menunjukan pendapat dari Sudirman, dkk. (1991: 172) yaitu:
1)      Kelebihan metode penemuan
(a)    Strategi pengajaran menjadi berubah dari yang bersifat informasi, dari guru kepada siswa, menjadi siswa aktif mengolah informasi sendiri
(b)   Pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered
(c)    Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju pembentukan manusia seutuhnya
(d)   Proses belajar melalui discovery-inquiry dapat membentuk pengembangan self concept pada diri siswa
(e)    Menambah tingkat penghargaan siswa
(f)    Metode ini dapat mengembangkan bakat individu
(g)   Metode ini dapat menghindarkan cara belajar tradisional
(h)   Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga ingatannya tahan lama
(i)     Metode ini memungkinkan siswa memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar

2)      Kelemahan metode penemuan
(a)    Memerlukan perubahan yang lama kebiasaan cara belajar siswa
(b)   Guru sulit merubah kebiasaan cara mengajar lamanya (tradisional)
(c)    Banyak memberikan kebebasan pada siswa yang tidak menjamin siswa belajar dengan baik
(d)   Pelaksanaannya memerlukan berbagai sumber belajar dan fasilitas memadai yang tidak selalu mudah disediakan
(e)    Memerlukan bimbingan guru yang lebih baik (ekstra) sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik
(f)    Pemecahan masalah mungkin saja dapat bersifat mekanistik, formalitas, dan membosankan.

3.      Konsep Batuan
a.       Pengertian Batuan
Batuan terbentuk dari zat yang disebut mineral. Mineral adalah semua zat yang tidak hidup dan dapat digali dari tanah. Ada ribuan macam mineral. Beberapa batuan terdiri atas satu mineral saja, sedangkan batuan yang lain terbentuk dari beberapa macam mineral. Suhu di bawah kerak bumi yang sangat panas dapat melelehkan batuan. Batuan yang meleleh disebut magma. Jadi magma adalah zat cair yang mengental dan mengkristal melalui suatu proses untuk membentuk berbagai jenis mineral yang ditemukan dalam batuan magma. Magma ada yang keluar ke permukaan bumi melalui gunung berapi. Magma yang sampai ke permukaan bumi disebut lahar. Lahar yang menjadi dingin akan mengeras menjadi batu. Dengan demikian batuan magma adalah bahan dasar yang pertama-tama membentuk permukaan bumi.
Batuan tidak hanya berupa bahan keras, tetapi juga terdiri atas bahan yang lunak seperti lempung. Batuan ada yang berwarna gelap atau terang. Kekerasan dan permukaan setiap batuan juga berbeda-beda. Tanah dan tumbuhan menutupi sebagian besar batuan.
Sebelum menjelaskan lebih jauh ke materi pokok tentang jenis-jenis batuan, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang definisi batuan yang diambil dari berbagai sumber, diantaranya:
Batuan adalah bagian bumi yang keras dan membentuk lapisan luar bumi yang disebut sebagai kerak bumi (Ensiklopedia FISIKA, 2007: 1).
Senada dengan pendapat di atas Lily Barlia (2007: 26) menyatakan:
 Pada umumnya batuan tersusun atas dua mineral atau lebih, kadang-kadang juga hanya dengan satu mineral tunggal saja (contohnya batu gamping atau pualam). Berdasarkan cara terbentuknya dikenal tiga macam batuan, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan malihan (metamorf). Batuan terdiri atas unsur silikon dan oksigen (74%), sisanya adalah alumunium, besi, kalsium, natrium, dan magnesium.

Batuan yang merupakan padat dari kulit bumi tersusun dari zat kimia yang disebut mineral. Batuan ini terdiri dari satu atau lebih campuran mineral yang tidak murni (Kaligis & Darmodjo, 1993: 94). Terdapat kurang lebih 2000 jenis mineral di bumi kita ini. Sebagian besar dari padanya sukar ditemukan. Orang awam menggunakan istilah mineral untuk semua bahan yang diambil dari bumi, tetapi para ahli mineral menggunakan istilah mineral secara terbatas.
Sementara itu H. Panut, dkk (2007: 5) menyatakan bahwa:
Batuan merupakan benda bukan logam yang berwujud keras dan padat. Batu membentuk lapisan luar bumi yang disebut kerak bumi. Batu terbuat dari mineral. Kebanyakan batu terbentuk dari dua jenis mineral atau lebih. Berdasarkan cara terbentuknya, ada tiga jenis batuan, yaitu batuan beku, batuan endapan (sedimen), batuan metamorf.

Selain itu pendapat lain mengatakan:
Batuan sebenarnya tersusun dari berbagai mineral bumi. Mineral yaitu yang secara kimiawi dan seragam. Mineral ada yang lunak dan ada yang keras (Sarjan & Sutanto, 2004: 116).

Dari beberapa pengertian yang diambil dari berbagai sumber di atas, penulis menyimpulkan bahwa batuan adalah bagian luar bumi yang keras yang tersusun dari sat kimia yang disebut mineral.

b.      Jenis-Jenis Batuan
1)      Batuan beku
Batuan beku ialah batuan yang terbentuk karena pembentukan magma dan lava. Di dalam kerak bumi terdapat batuan yang masih cair dan sangat panas yang disebut magma. Jadi magma merupakan bahan cair yang sangat panas dan terdapat di dalam perut bumi. Magma yang mencapai permukaan bumi disebut lava. Pendinginan magma dan lava menyebabkan magma dan lava membeku menjadi batuan beku.

Contoh beberapa batuan beku diperlihatkan pada tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1. Beberapa Batuan Beku dan Cara Terbentuknya
No
Jenis Batuan
Ciri Utama
Cara Terbentuknya
1
Batu Apung
Warna keabu-abuan, berpori-pori, bergelembung, ringan, terapung dalam air
Dari pendinginan magma yang bergelembung-gelembung gas
2
Obsidiam
Hitam, seperti kaca, tidak ada kristal-kristal
Terbentuk dari lava permukaan yang mendingin dengan cepat
3
Granit
Terdiri atas kristal-kristal kasar, warna putih sampai abu-abu, kadang-kadang jingga
Dari pendinginan magma yang terjadi dengan lambat di bawah permukaan bumi
4
Basal
Terdiri atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau keabu-abuan, dan berlubang-lubang
Dari pendinginan lava yang mengandung gelembung gas, tetapi gasnya telah menguap.
Sumber: H. Panut, dkk (2007: 172)

Kegunaan batuan tersebut diantaranya: batu apung digunakan untuk mengampelas atau memperhalus kayu. Granit dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Batu obsidiam oleh manusia purba digunakan untuk alat pemotong atau ujung tombak.

2)      Batuan Sedimen atau Endapan
Batuan endapan atau batuan sedimen ialah batuan yang terbentuk karena pengendapan. Batuan endapan pada awalnya merupakan hasil pelapukan dan pengikisan batuan yang dihanyutkan oleh air atau terbawa oleh tiupan angin. Kemudian endapan ini menjadi keras karena tekanan atau karena ada zat-zat yang merekat pada bagian-bagian endapan tersebut.
Contoh beberapa batuan sedimen ditunjukan pada tabel 2.2. sebagai berikut:

Tabel 2.2. Beberapa Batuan Sedimen dan Cara Terbentuknya
No
Jenis Batuan
Ciri Utama
Cara Terbentuknya
1
Konglomerat
Material kerikil-kerikil bulat, batu-batu dan kerikil yang melekat satu sama lainnya
Dari bahan-bahan yang lepas-lepas yang terpadatkan dan terikat karena gaya beratnya
2
Batu pasir
Jelas terlihat tersusun dari butir-butir pasir, warna abu-abu, kuning merah
Dari bahan-bahan yang lepas-lepas yang terpadatkan dan terikat karena gaya beratnya
3
Batu serpih
Lunak, baunya seperti tanah liat, butir-butir batuan halus, warna hijau, hitam kuning, merah, abu-abu
Dari bahan-bahan yang lepas-lepas dan halus yang terpadatkan dan terikat karena gaya beratnya
4
Batu gamping (kapur)
Agak lunak, warna putih keabu-abuan, membentuk gas karbondioksida kalau ditetesi asam
Dari cangkang binatang lunak seperti siput, kerang dan binatang laut yang telah mati. Rangkanya yang terbuat dari kapur tidak musnah, tetapi memadat membentuk batu kapur
5
Breksi
Gabungan pecahan-pecahan yang berasal dari letusan gunung berapi
Terbentuk karena bahan-bahan ini terlempar tinggi ke udara dan mengendap di suatu tempat
Sumber: H. Panut, dkk (2007: 173)


Batuan ini mempunyai ciri berlapis-lapis itu sesuai dengan kekuatan batuan itu. Jika butiran itu bundar dan besar disebut konglomerat. Dan jika butirannya kasar dan bersudut-sudut tajam disebut batu breksi.
Kegunaan batuan tersebut diantaranya: batu konglomerat, breksi, dan batu pasir digunakan untuk bahan bangunan. Batu kapur atau gamping digunakan sebagai bahan baku semen.

3)      Batuan Metamorf atau Malihan
Batuan metamorf atau batuan malihan ialah batuan yang berasal dari batuan sedimen dan batuan beku yang mengalami perubahan karena panas dan tekanan.
Batuan di kerak bumi sering mendapat tekanan yang berat dan suhu yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Tekanan yang berat disebabkan karena tindihan. Suhu yang tinggi disebabkan oleh persentuhan dengan magma. Beberapa batuan endapan yang berubah menjadi batuan malihan ialah batu pualam atau marmer dari batu gamping dan batu sabak atau batu tulis dari batu serpih.
Beberapa batuan metamorf dan cara pembentukannya disajikan dalam   tabel 2.3.
Tabel 2.3. Beberapa Batuan Metamorf dan Cara Terbentuknya
No
Jenis Batuan
Ciri Utama
Cara Terbentuknya
1
Batu pualam
Campuran warna yang berbeda-beda, dapat mempunyai pita-pita warna, kristal-kristalnya sedang sampai kasar, jika ditetesi asam mengeluarkan bunyi desis
Terbentuk jika batu kapur mengalami perubahan suhu dan tekanan tinggi
2
Batu sabak
Abu-abu kehijau-hijauan dan hitam, dapat dibelah-belah menjadi lempeng-lempeng tipis
Terbentuk jika batu serpih mengalami perubahan suhu dan tekanan tinggi
Sumber: H. Panut, dkk (2007: 174)

Batu pualam atau marmer adalah batu yang keras dan mengkilap jika dipoles. Batu pualam merupakan bahan yang baik untuk membuat patung dan lantai.  Batu sabak digunakan sebagai batu tulis dan sebagai bahan bangunan. Batu sabak merupakan bahan penting untuk membuat atap rumah (semacam genting).
4.      Pembelajaran IPA di SD
Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengambangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan perbuatan sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara penelitian ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

a.       Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang ditata dan diatur sedemikian rupa dengan didasarkan pada berbagai aspek, baik menyangkut aspek konsep hakikat pembelajaran, maupun ketentuan-ketentuan yuridis formal yang mengatur pelaksanaan pendidikan pada umumnya dan pembelajaran secara lebih khusus.
Secara etimologis kata pembelajaran adalah terjemaahan dari bahasa Inggris instruction. Kata pembelajaran itu sendiri merupakan perkembangan dari istilah belajar-mengajar atau proses belajar-mengajar yang telah cukup lama digunakan dalam pendidikan formal (sekolah). Perkembangan istilah dari kegiatan belajar-mengajar menjadi pembelajaran, tentu saja bukan hanya sekedar berubah nama atau istilah saja, akan tetapi disertai dengan perkembangan cara pandang terhadap makna atau paradigma tang terkandung di dalamnya.
Istilah pembelajaran  yang digunakan saat ini sebagai perkembangan dari istilah belajar-mengajar, banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitifholistik. Menurut aliran ini pembelajaran intinya menempatkan siswa sebagai sumber aktivitas belajar. Pada bagian lain istilah pembelajaran juga banyak dipengaruhi oleh kajian teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran. Teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran memandang bahwa pembelajaran adalah proses memfasilitasi siswa untuk berbuat belajar. Kegiatan memfasilitasi dalam proses adalah melibatkan berbagai sumber pembelajaran.
Toeri belajar lain yang bersifat kontemporer yang memiliki relevansi cukup signifikan dengan istilah pembelajaran yaitu teori konstruktivisme. Teori konstruktivisme memandang bahwa siswa adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Dengan demikian maka pembelajaran harus dirancang dengan lebih banyak mendorong siswa untuk mengembangkan potensi aktivitasnya, dan oleh karena itu dalam pandangan sekarang fungsi guru bergeser dari fungsi sebagai penyampai seperti telah dibahas sebelumnya menjadi fasilitator pembelajaran.
Berkaitan dengan penjelasan di atas Gagne (1992 dalam Sukirman & Nana Jumhana, 2007: 6)  mengemukakan:
Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated.

(Pengajaran merupakan seperangkat tindakan kejadian yang berpengaruh terhadap subjek didik, dimana belajar difasilitasi alat pembelajaran).

Intinya pembelajaan adalah serangkaian aktivitas atau kegiatan yang difasilitasi untuk terjadinya perubahan perilaku. Dengan demikian maka guru adalah sebagai bagian dari lingkungan pembelajaran yang memiliki tugas utama sebagai fasilitator pembelajaran.
Berhubungan dengan beberapa penjelasan di atas, di bawah ini dicantumkan implikasi dari pembelajaran menurut Dadang Sukirman & Nana Jumena (2007: 7) sebagai berikut:
1)      Belajar tidak hanya sekedar menghafal, akan tetapi siswa harus membangun pengetahuannya
2)      Hasil belajar tidak hanya cukup untuk memenuhi konsumsi pengetahuan (kognitif) saja akan tetapi harus direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (aplikasi)
3)      Dalam belajar siswa harus mengalami sendiri, dan bukan hanya sebagai penerima dari pemberian orang lain (guru). Oleh karena itu proses pembelajaran harus membiasakan siswa terlibat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
4)      Pembelajaran harus membiasakan siswa banyak berinteraksi dengan sumber-sumber pembelajaran atau lingkungan pembelajaran secara luas dan bervariasi serta tidak hanya dibatasi oleh ruang kelas saja
5)      Pembelajaran harus memposisikan siswa sebagai subjek pembelajaran yang aktif untuk melakukan aktivitas belajar dimana guru sebagai fasilitator pembelajarannya.
Selain itu pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk mewakili pengalaman belajar. Menurut Mulyani Sumantri (1988: 95) pembelajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik.
Dari berbagai pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara berbagai unsur yang terlibat dalam aktivitas pembelajaran, unsur-unsur yang terlibat dalam proses tersebut pada intinya adalah siswa dengan lingkungan pembelajaran. Dengan demikian standar proses dapat dijadikan pegangan oleh setiap guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk memilih dan menentukan unsur-unsur apa saja yang harus diupayakan untuk menunjang proses pembelajaran.

b.      Pengertian Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. Apakah hal-hal di luar siswa yang menyebabkan belajar juga sukar ditentukan? Oleh karena itu beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang belajar.
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaiknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.
Gagne mengatakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang  merubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengelolaan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Rogers menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Sementara itu Yusnandar & Zulkifli (2003: 3) mengemukakan tentang belajar, menurut mereka:
1)      Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku seseorang baik yang bersikap jasmaniah, intelektual dan sikap sebagai hasil dari pengalaman
2)      Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku melalui latihan (pendidikan)
3)      Belajar adalah proses perubahan prilaku yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian tentang pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan.

c.       Pengertian Mengajar
Mengajar pada awalnya diartikan atau identik dengan proses penyampaian materi pelajaran dari guru kepada siswa. Kegiatan menyampaikan materi atau ilmu pengetahuan sebagai makna dari istilah mengajar, dalam pengertian lain juga sering diartikan sebagai proses mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa. Memaknai mengajar sebagai proses mentransfer, sebaiknya tidak disamakan seperti anda mentransfer atau memindahkan air dari botol ke dalam gelas. Sebab jika diartikan demikian boleh jadi air yang ditransfer tidak akan menjadi bertambah banyak (kuantitas), bahkan sangat mungkin malah semakin berkurang karena pada saat proses pemindahan akan terjadi penguapan, sehingga air secara kuantitas akan berkurang dari kondisi sebelumnya.
Dengan demikian pengertian mengajar sebagai proses mentransfer harus dimaknai sebagai proses penyebarluasan atau penanaman ilmu pengetahuan, dimana melalui penanaman yang baik dan dalam lingkungan yang baik, kemudian dipupuk dengan cara yang baik pula, maka ilmu pengetahuan atau pengalaman belajar yang dimiliki oleh itu akan semakin bertambah luas, mendalami dan semakin berkembang.
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Dalam prosesnya aktivitas yang menonjol dalam pengajaran ada pada siswa. Namun demikian bukanlah berarti peran guru tersisihkan, melainkan diubah. Guru berperan bukan sebagai penyampai informasi, tetapi bertindak sebagai director dan facilitator of learning (pengarah dan pemberi fasilitas untuk terjadinya proses belajar).
Mengajar adalah menyampaikan ilmu kepada murid. Untuk melihat kadar dan bobot aktivitas belajar siswa dari istilah mengajar di atas, dapat kita analisis jenis komunikasinya sebagai aksi.
Sementara itu pendapat lain mengatakan:
Komunikasi dari pengertian mengajar ini, termasuk komunikasi sebagai interaksi. Komunikasi ini bersifat dua arah (two way traffic communication) yakni komunikasi berlangsung dari guru kepada murid dan dari murid kepada guru, tidak ada interaksi antara murid (Yusnandar & Zulkifly,     2005: 4).

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya kemudian menghubungkannya kepada murid sehingga terjadi proses belajar. Jenis komunikasi dari pengertian mengajar tersebut di atas termasuk jenis komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi ini termasuk komunikasi banyak arah (multi way traffic communication) yaitu komunikasi yang berlangsung dari guru kepada murid, dari murid kepada guru, dan dari murid kepada murid lainnya.

d.      Hasil Belajar
Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Hasil belajar untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran, dan dampak pengiring.
Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam ijazah, atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar.
Hasil belajar tiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa.
Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya guru mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa di kelasnya.
Pada penggal proses belajar dilancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya digolongkan sebagai tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan tes objektif.
Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa. Meskipun demikian keseringan penggunaan tes tertentu akan menimbulkan kebiasaan tertentu. Artinya jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu. Sebagai ilustrasi, uji kemampuan afektif seperti penilaian sikap pada PMP tidak dapat diuji dengan menggunakan tes objektif atau dengan memilih isian benar atau salah. Pada tempatnya guru mempertimbangkan dengan seksama kebaikan dan kelemahan jenis tes hasil belajar yang digunakan.
Senada dengan pendapat di atas, pendapat lain mengatakan:
Tes hasil belajar dapat digunakan untuk menilai kemajuan belajar, dan mencari masalah-masalah dalam belajar. Untuk menilai kemajuan dalam belajar, pada umumnya penyusunan tes adalah oleh guru sendiri. Untuk mencari masalah-masalah dalam belajar, sebaiknya penyusun tes adalah tim guru bersama-sama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru profesional memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana (Boggs & Telfer, 1987, dalam Dimyati & Mujiono 1998: 15).

Sementara itu Wiranataputra, dkk, 2005: 2.5) mengemukakan pendapat lain:
Hasil belajar mengajar merupakan perubahan perilaku seseorang yang belajar akan berubah tingkah lakunya baik berupa pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan nilai-nilai, perubahan perilaku dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan), proses mental dan emosional.

Kesimpulannya, hasil belajar siswa adalah tujuan akhir dari pembelajaran, di mana siswa mengalami perubahan dan peningkatan tingkah laku, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.


B.     KAJIAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian Julaehah (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Pemahaman Konsep Panas Melalui Metode Penemuan Dalam Pembelajaran Sains” adalah sebagai berikut:
1.      Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan, pemahaman siswa tentang konsep panas mengalami peningkatan pada tindakan siklus I, II, dan III. Dengan hasil tes siklus I rata-rata 6,0; siklus II rata-rata 7,2; dan siklus III rata-rata 8,7. Dilihat dari hasil tes setiap tindakan ada peningkatan yang sangat baik.
2.      Setelah digunakan metode penemuan dalam pembelajaran sains pada konsep panas sebagai berikut:
a.       Respon siswa dilihat dari hasil angket sangat memuaskan, rata-rata siswa menyukai pelajaran sains
b.      Siswa merasa senang terlibat langsung dalam KBM untuk membuktikan konsep kebenaran
c.       Memudahkan siswa dalam memahami dan mengingat suatu konsep

Setelah mengkaji hasil penelitian Julaehah di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan metode penemuan pada pembelajaran sains sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Maka dari itu penulis merasa tertarik untuk mencoba metode penemuan pada pembelajaran IPA dengan tujuan memperoleh hasil belajar siswa seperti penelitian yang sudah dibuktikan oleh saudari Julaehah.

C.    KERANGKA BERFIKIR
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru dituntut untuk memahami komponen-komponen dasar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk paham tentang filosofis dari mengajar dan belajar itu sendiri. Mengajar tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, akan tetapi juga sejumlah perilaku yang akan menjadi kepemilikan siswa.
Pengaturan metode, strategi, dan kelengkapan dalam pengajaran adalah bagian dari kegiatan manajemen pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru. Untuk mewujudkan manajemen kelas di sekolah dasar, lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat akan mendukung meningkatnya intensitas pembelajaran siswa dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Manajemen kelas di sekolah dasar tidak hanya pengaturan belajar, fasilitas fisik dan rutinitas, tetapi menyiapkan kondisi kelas dan lingkungan sekolah agar tercipta kenyamanan dan suasana belajar yang efektif. Oleh karena itu sekolah dan kelas perlu dikelola secara baik dan menciptakan iklim belajar yang menunjang.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan yang utama. Peranan guru adalah menciptakan serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya (Wrightman, 1977: 25).
Menurut Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 19 ayat 1 (dalam          E. Mulyasa 2007: 245) sebagai berikut:
Proses pembelajaran satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang cukup bagi prakarsa, kratifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk mencapai tujuan di atas, banyak hal yang harus dipenuhi dan diperhatikan dalam mempengaruhi proses belajar siswa yaitu dari berbagai faktor baik guru secara langsung maupun tidak langsung. Didalam penelitian di SDN Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, penulis menemukan permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu mengenai hasil belajar siswa pada konsep dan jenis batuan di kelas V.  Nilai yang dihasilkan tidak sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) pelajaran IPA, dimana hasilnya sangat rendah dibawah rata-rata target pelajaran tersebut.
Setelah penulis mengadakan pemahaman terhadap mata pelajaran tersebut, ternyata penyebabnya adalah semua siswa kurang tertarik dan jenuh terhadap pelajaran IPA karena penyampaian materi yang disampaikan oleh guru masih menggunakan tradisional, monoton, tidak menarik. Dalam hal ini guru hanya menyampaikan materi secara verbal (ceramah) tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.
Untuk itu seorang guru harus berinisiatif dan kreatif untuk menyiapkan metode yang tepat dengan materi yang diajarkan, agar materi yang disampaikan yaitu mengenai konsep batuan dan jenisnya dapat diterima, dipahami, dan dimengerti oleh siswa.
Salah satu metode yang peneliti anggap paling tepat untuk masalah di atas adalah metode penemuan. Dengan metode penemuan, siswa diberi kesempatan untuk berperan aktif untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya dengan cara mencari, mengidentifikasi, menganalisa, dan menemukan sendiri jawabannya.

D.    HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan uraian kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“Dengan menggunakan metode penemuan dalam pembelajaran IPA pada konsep batuan, maka minat dan hasil belajar siswa akan meningkat”.



 
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti pada karya tulis ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Untuk lebih jelasnya penulis menjelaskan apa yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas .
1.      Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Dalam literatur berbahasa Inggris, PTK disebut dengan classroom action research. Saat ini PTK sedang berkembang dengan pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, Kanada. Mengapa demikian? Karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. Bahkan Mc Niff dalam Ruswandi dkk. (2007: 20) memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengembangkan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya.

45
 
Dengan pnelitian tindakan kelas, guru dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran yang ia lakukan di kelas, terhadap siswa dari segi interaksinya dalam proses pembelajaran, atau terhadap proses atau produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Pendek kata dengan melaksanakan PTK, guru dapat memperbaiki praktek-praktek pembelajaran menjadi lebih efektif.
Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek pendidikan. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses atau produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal, dan fungsional.
Untuk melihat lebih jauh lagi tentang PTK, marilah kita lihat beberapa pengertian di bawah ini:
Hopkins (1993) dalam Rochiati (2008: 04) menjelaskan sebagai berikut:
Pengertian PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.

Pendapat tersebut menggambarkan adanya kolaborasi antara rambu-rambu penelitian yang harus ditempuh dengan tindakan nyata di dalam kelas. Rambu-rambu penelitian menghendaki suatu prosedur yang sistematis dan logis serta objektif dan rasional. Dengan demikian PTK berupaya untuk mengidentifikasi secara kritis pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dan berupaya memperbaikinya hingga terjadi perubahan sikap dan prestasi peserta didik.
Sementara itu Ebbut (1985, dalam Gunawan Undang, 2006: 7) mengemukakan penelitian tindakan adalah kajian sistematis dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.
Pandangan Ebbut adalah pandangan yang menyatakan bahwa orientasi PTK adalah perbaikan praktek pengajaran di dalam kelas yang dilaksanakan secara sistematis. Melalui PTK diharapkan kualitas belajar siswa meningkat lebih baik daripada sebelumnya.
Dari uraian di atas, PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Oleh karena itu PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru.

2.      Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Selain pengertian di atas, PTK juga mempunyai beberapa tujuan dan manfaat diantaranya:
a.       Sebagai inovasi pembelajaran
b.      Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas
c.       Peningkatan profesionalisme
d.      Untuk memecahkan permasalahan kongkrit di dalam kelas
e.       Untuk perbaikan dan peningkatan pembelajaran
f.       Dan lain-lain.

3.      Bentuk Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat bentuk PTK menurut Oja dan Sri Mulyan (1998 dalam Rusmandi, 2006: 82) diantaranya:
a.       Guru sebagai peneliti
Bentuk PTK ini yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri yang sangat penting yaitu sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas. Melalui bentuk ini tujuan utama PTK adalah meningkatkan praktek pembelajaran di kelas dimana guru terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan dan refleksi. Dengan demikian guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui PTK.
b.      Peneliti tindakan kolaboratif
PTK kolaboratif melibatkan berbagai pihak baik guru, kepala sekolah, maupun pengawas secara serentak dengan tujuan meningkatkan praktek pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori, dan peningkatan karir guru. Model penelitian ini dirancang dan dilaksanakn oleh tim. Hubungan mereka bersifat kemitraan yang dapat duduk secara bersama melakukan penelitian.
c.       Simultan terintegrasi
Bentuk PTK ini adalah untuk dua hal sekaligus. Memcahkan persoalan praktis dalam pembelajaran dan untuk menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Sedangkan persoalan-persoalan yang diteliti diidentifikasi oleh peneliti dari luar, jadi guru bukan pencetus gagasan terhadap persoalan yang harus diteliti dalam kelasnya sendiri, sehingga guru bukan sebagai inovator dalam penelitian ini.
d.      Administrasi sosial
Bentuk PTK ini lebih menekankan dampak kebijakan praktek. Guru tidak dilibakan dalam perencanaan, aksi dan refleksi terhadap praktek pembelajarannya sendiri dalam kelas. Proses penelitian ini tanggung jawab penuh terletak pada pihak luar, peneliti bekerja atas dasar hipotesis tertentu, kemudian melakukan berbagai bentuk tes dalam sebuah eksperimen.
Dari empat bentuk PTK di atas, penelitian ini menggunakan bentuk yang pertama yaitu guru sebagai peneliti. Dengan demikian peneliti merangkap  sebagai guru yang dijadikan objek penelitian dan peneliti terlibat secara penuh dari awal sampai akhir penelitian.
Dari pengertian, manfaat, tujuan, dan bentuk PTK di atas maka hal tersebut akan lebih membantu mengarahkan pneliti dalam melaksanakan bentuk PTK ini. Melalui PTK ini peneliti akan menerapkannya di SDN Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.

B.     DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Pada prinsipnya Penelitian Tindakan Kelas diterapkan untuk mengatasi suatu permasalahan yang terdapat di dalam kelas. Sebagai salah satu penelitian yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan di dalam kelas, menyebabkan terdapatnya beberapa model atau desain yang dapat diterapkan. Desain-desain tersebut diantaranya: Model Kurt Lewin, model Kemmis & Mc Taggart, model Dave Ebbut, model John Elliot, model Hopkins.
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian Kemmis & Mc Taggart. Model Kemmis & Mc Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Hanya saja komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan tersebut harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan, begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. Untuk lebih tepatnya berikut ini dikemukakan bentuk desainnya.
Oval: ReflectOval: Reflect
Oval: ReflectOval: Reflect
Oval: ReflectOval: Reflect 
















Gambar 3.1. Model Spiral Kemmis & Mc Taggart

Sumber    : Kemmis & Mc Taggart dalam  Gunawan Undang (2008: 104) dengan modifikasi penulis.
 


Apabila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis & Mc Taggart pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus ialah suatu putaran kegiatan  yang terdiri dari:
1.      Rencana
Meliputi rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan, atau merubah prilaku dan sikap sebagai solusi.
2.      Tindakan
Meliputi tindakan apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan, atau perubahan yang diinginkan.
3.      Observasi
Pengamatan atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.
4.      Refleksi
Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil dan dampak dari tindakan berbagai kriteria untuk merencanakan tindakan selanjutnya.

C.    PROSEDUR PENELITIAN
1.      Perencanaan Penelitian (Persiapan)
Dalam perencanaan ini peneliti melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menentukan lokasi dan objek penelitian, yaitu SDN Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor
b.      Menentukan subjek penelitian yaitu seluruh siswa SDN Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor dengan mengambil sampel dari siswa kelas V sebanyak 20 siswa
c.       Meminta izin Kepala Sekolah dan rekan-rekan guru untuk merencanakan penelitian dan minta kerjasama mereka demi lancarnya penelitian
d.      Berdiskusi dengan Kepala Sekolah dan rekan-rekan guru untuk merencanakan penelitian dan minta kerja sama mereka demi lancarnya penelitian
e.       Setelah mendapatkan persetujuan dan dukungan penuh dari Kepala Sekolah dan rekan-rekan guru dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian (rancangan penelitian).

2.      Pelaksanaan Penelitian
Sudah dijelaskan dari awal bahwa peneliti yang merangkap sebagai guru sudah mengetahui gambaran dan kondisi awal dari objek yang dijadikan penelitian. Gambaran dan kondisi awal tersebut diperoleh dari kegiatan pengamatan selama pembelajaran dan wawancara. Dari hasil pengamatan dan wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa rata-rata siswa kurang tertarik pada pelajaran IPA dan kegiatan pembelajarannya.
Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti akan melaksanakan tindakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Pra Siklus
Dalam kegiatan ini peneliti melaksanakan dua langkah kegiatan, yaitu:
1)      Observasi
Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran untuk diobservasi sendiri. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan gaya lama, yaitu menggunakan metode ceramah dan fasilitas pembelajaran masih didominasi oleh guru, sedangkan siswa hanya duduk, mendengarkan diselingi dengan mencatat.
Dalam kegiatan pembelajaran di atas semua diamati dengan cermat oleh peneliti dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran, terutama aktifitas belajar dan hasil belajar siswa. Dari hasil pengamatan tersebut peneliti menemukan permasalahan sebagai berikut:
a)      Hampir semua siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran (pasif)
b)      Hampir semua siswa kurang memahami konsep batuan
c)      Dari hasil ter evaluasi rata-rata hasilnya kurang memuaskan.

2)      Refleksi
Dari hasil temuan di atas, dimana siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa kurang memahami konsep batuan dan hasil tes evaluasi   rata-rata kurang memuaskan. Maka peneliti langsung melakukan intervensi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Hal-hal yang dilakukan oleh peneliti diantaranya menganalisa kurikulum, program pembelajaran, jadwal pelajaran, buku sumber, sarana pembelajaran, dan metode pembelajaran.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya perbaikan kegiatan pembelajaran berupa rencana tindakan akan dilaksanakan pada tahap siklus I, II dan seterusnya.
b.      Siklus I
1)      Perencanaan
Dalam kegiatan ini peneliti akan melakukan kegiatan perbaikan diantaranya:
a)      Menyiapkan kurikulum dan program pembelajaran
b)      Merevisi jadwal pelajaran
c)      Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran
d)     Menyiapkan buku sumber
e)      Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan metode penemuan.

2)      Tindakan
Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan yaitu dengan menggunakan metode penemuan. Kegiatan pembelajaran tersebut diantaranya:
a)      Sebelumnya siswa ditugaskan membawa beberapa jenis batuan untuk dibawa ke dalam kelas
b)      Siswa dikondisikan untuk siap belajar
c)      Mempersiapkan ruang diskusi
d)     Siswa dibagi menjadi empat kelompok untuk berdiskusi
e)      Selanjutnya memberikan penjelasan singkat tentang materi batuan
f)       Dengan bantuan LKS dan penjelasan guru, kelompok mulai mengamati dan mengidentifikasi setiap jenis batuan
g)      Setelah semua jenis batuan teridentifikasi, setiap kelompok memberi nama jenis-jenis batuan
h)      Peneliti mengamati kegiatan diskusi dengan pedoman pengamatan
i)        Membahas hasil diskusi
j)        Memberikan evaluasi (Post tes)

3)      Observasi
Sebenarnya kegiatan ini bersamaan dengan pelaksanaan  tindakan, yaitu pada saat kegiatan pmbelajaran terutama pada saat siswa berdiskusi untuk mengidentifikasi jenis-jenis batuan. Maksud kegiatan ini adalah merekam dan mengidentifikasi permasalahan dan kendala yang masih ada yang menyebabkan kegiatan pembelajaran kurang maksimal.

4)      Refleksi
Dalam tahap ini peneliti mengkaji, mengevaluasi hasil dari tindakan yang sudah dilaksanakan. Jika masih ada kelemahan, kendala, dan kekurangan yang menyebabkan pembelajaran kurang berhasil, maka akan iperbaiki pada siklus II.

c.       Siklus II
1)      Perencanaan
Peneliti membuat rencana persiapan pembelajaran yang merupakan hasil revisi dari kegiatan siklus I. Peneliti melihat kembali apakah segala pendukung kegiatan pembelajaran sudah cocok atau belum. Jika belum, akan di perbaiki pada siklus II ini.

2)      Tindakan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan sesuai yang telah direncanakan di atas. Langkah kegiatannya adalah:
a)      Mempersiapkan semua pendukung kegiatan pembelajaran
b)      Membagi 20 siswa menjadi empat kelompok
c)      Membawa seluruh siswa ke alam terbuka untuk mencari dan menemukan batuan di areal sungai Cisadane yang kebetulan berdekatan dengan sekolah
d)     Dengan batuan LKS dan penjelasan guru, secara berkelompok mulai bekerja untuk mencari, mengidentifikasi jenis-jenis batuan
e)      Peneliti melakukan pengamatan kegiatan kelompok
f)       Membahas hasil diskusi
g)      Memberikan soal evaluasi (post tes)

3)      Observasi
Peneliti mengamati dengan cermat sambil melaksanakan pembelajaran. Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data atau informasi tentang kekurangan dan kendala-kendala yang dapat menghambat kegiatan pembelajaran, sehingga hasilnya kurang memuaskan.

4)      Refleksi
Peneliti mengkaji dan mengevaluasi hasil tindakan yang sudah dilaksanakan. Apakah kegiatan pembelajaran lebih baik dari siklus sebelumnya atau malah sebaliknya. Hasil evaluasi sudah sesuai harapan atau belum. Jika hasil kegiatan pembelajaran masih belum sesuai harapan, maka akan dilanjutkan dengan rencana tindakan yang akan ilaksanakan pada siklus III.

d.      Siklus III
1)      Perencanaan
Peneliti membuat rencana persiapan pembelajaran kembali, dimana persiapan ini merupakan tindak lanjut untuk memperbaiki segala kekurangan, kelemahan, dan kendala yang ada pada kegiatan siklus II.

2)      Tindakan
Melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah dipersiapkan. Pelaksanaan tindakan ini sama dengan siklus-siklus sebelumnya, bedanya hanya melengkapi dan memperbaiki kelemahan dan kendala-kendala yang ditemukan, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan  yang diharapkan.

3)      Observasi
Bersamaan dengan kegiatan tindakan, peneliti melakukan pengamatan untuk merekam dan mengidentifikasi kelemahan dan kendala yang mungkin muncul yang dapat menghambat kegiatan pembelajaran, sehingga pembelajaran kurang berhasil.

4)      Refleksi
Peneliti mengkaji dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan tindakan. Jika masih ditemui kendala dan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan mungkin saja masih ada siklus selanjutnya.

D.    LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN
1.      Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dijadikan tempat penelitian ini adalah SDN Tamansari 01 yang berada di Kp. Sukamanah RT. 11 RW. 03 Desa Tamansari Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
Lokasi tersebut berada di dekat perbatasan antara Banten (BSD Tangerang) dan Jawa Barat (Bogor). Daerah tersebut merupakan daerah yang belum begitu maju dibandingkan wilayah lain yang berada dekat dari lokasi tersebut, terutama dibidang pendidikan. Oleh karena itu sangat perlu diadakan perbaikan-perbaikan dalam pendidikan, salah satunya dengan mengadakan PTK di sekolah tersebut.

2.      Objek Penelitian
Populasi adalah seluruh subjek penelitian. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN Tamansari 01 Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor yang berjumlah 214 siswa. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel dari seluruh siswa kelas V yang berjumlah 20 orang sebagai objek penelitian.

E.     PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
1.       Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah data dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a.       Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan, lembar kerja dan sejenisnya yang dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian.
Tes pada umumnya bersifat mengukur, walaupun pada beberapa bentuk tes kepribadian banyak yang bersifat diskriftif, tetapi deskripsinya mengarah pada karakteristik atau kualifikasi tertentu sehingga mirp dengan interprestasi dari hasil pengukuran.
Tes yang iberikan dalam penelitian ini terdiri dari: pre tes dan post tes, dimana pre tes diberikan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa terhadap materi pembelajaran. Sedangkan post tes diberikan setelah pembelajaran, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran terutama konsep batuan.
Jenis tes yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tes tertulis, sedangkan bentuk tesnya adalah pilihan ganda dengan bobot nilai betul mendapat nilai 1 (satu) dan bila salah mendapat nilai 0 (nol).
Adapun lembar tes (LKS) dan kriteria penilaian yang diberikan pada tahap pra siklus hingga siklus III terlampir.
b.      Observasi
Secara umum observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran. Observasi secara sederhana boleh diartikan sebagai pengamatan dengan menggunakan indra penglihatan dan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Boleh ikatakan bahwa observasi merupakan upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama kegiatan itu berlangsung dengan atau tanpa alat bantu. Artinya data yang diperoleh melalui observasi berasal dari subjek pada saat terjadinya tingkah laku.
Observasi ini dilakukan pada saat siswa berdiskusi untuk mencari, mengidentifikasi, mengklasifikasi untuk menemukan jenis-jenis batuan.
Pedoman observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan format sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Lembar Pedoman Penilaian Proses Kegiatan Diskusi Kelompok
No
Nama siswa
Aspek Yang Diamati
Jml
Rata-rata
A
B
C
D
E
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1























2























3























4























dst.























Jumlah






















Jml Total







Rata-rata







Keterangan:
Aspek Yang Diamati
A =  Keterlibatan siswa
B =  Perhatian, respon, dan minat siswa
C =  Aktifitas dan kreativitas siswa
D =  Disiplin siswa
E  =  Kerjasama/kekompakan

Skor dan Kriteria Penilaian
1  =  Kurang        =       0 – 1,00  =  Minat belajar dan penguasaan materi tidak ada/sangat rendah
2  =  Cukup         =  1,00 – 2,00  =  Minat belajar dan penguasaan materi rendah
3  =  Cukup Baik =  2,00 – 3,00  =  Minat belajar dan penguasaan materi cukup
4  =  Baik             =  3,00 – 4,00  =  Minat belajar dan penguasaan materi tinggi
 

Nilai rata-rata yang diperoleh adalah … artinya

c.       Wawancara
Menurut Goetz & Le Compte (1984) dalam Sukartono (1994) wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dianggap perlu
Dari pandangan lain, wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jwaban responden dicatat atau direkam.
Sedangkan menurut hopkins (1993) dalam Ruswandi 2007: 161) menyatakan:
Wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu didalam kelas dilihat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang diwawancarai bisa dari beberapa orang siswa, kepala sekolah, teman sejawat, pegawai tata usaha, orang tua siswa, dan lain-lain.


Kesimpulannya, wawan cara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak  yaitu pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pihak terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Wawancara ini ilakukan sebelum pra siklus dan sesudah siklus III. Maksudnya untuk mengetahui minat belajar siswa terhadap pembelajaran IPA, terutama konsep batuan.
Agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik maka peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai berikut:


Tabel 3.2.
Lembar Wawancara Siswa

Hari/Tanggal               : .................................
Yang Diwawancara    : .................................
Kelas                           : V (Lima)
Waktu                         : 09.30 s.d. 10.00 WIB
Lokasi                         : Ruang Kelas V

Jawablah pertanyaan di dalam kolom ini sesuai dengan salah satu jawaban yang tersedia!
No
Pertanyaan
Jawaban
1
Apakah kalian menyukai pelajaran IPA?
a.    Ya                 b.  Tidak     
2
Apa Alasannya?
a.       Saya suka dengan ilmu alam
b.      Saya tidak suka dengan ilmu alam
3
Apakah pelajaran IPA yang selama ini  diberikan oleh bapak/ibu guru dapat kalian fahami?
a.       Ya dapat difahami
b.      Tidak dapat dipahami
4
Apakah pembelajaran IPA yang diajarkan bapak/ibu guru menyenangkan?
a.       Ya menyenangkan
b.      Tidak menyenangkan
5
Apakah metode pembelajaran yang digunakan bapak/ibu guru menyenangkan?
a.       Ya metodenya menyenagkan
b.      Tidak metodenya membosankan
6
Jika kalian tidak mengerti tentang materi yang disampaikan oleh guru, kepada siapa kalian bertanya
a.       Guru              c. Orang tua
b.      Kakak            d. Teman
7
Apakah bapak/ibu guru sering emberikan PR untuk kalian kerjakan?
a.       Ya                  b. Tidak      
8
Apakah buku pelajaran IPA lengkap?
a.       Ya                  b. Tidak
9
Apakah alat peraga IPA lengkap?
a.       Ya                  b. Tidak
10
Apakah mata pelajaran IPA penting?
a.       Ya                  b. Tidak
11
Apa alasannya
………………………………….

Keterangan penilaian:

1)

2)

Kriteria kesesuain pencapaian minat siswa:
  0% - 20%            = Minat siswa terhadap pelajaran IPA sangat rendah
25% - 40%            = Minat siswa terhadap pelajaran IPA rendah
45% - 60%            = Minat siswa terhadap pelajaran IPA cukup
65% - 80%            = Minat siswa terhadap pelajaran IPA tinggi
85% - 100%          = Minat siswa terhadap pelajaran IPA sangat tinggi

2.       Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Oleh karena itu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Menyusun data dari setiap siklus tentang pembelajaran jenis-jenis batuan serta menuliskan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa kelas V                     di SDN Tamansari 01 dalam memahami materi pembelajaran tersebut.
b.      Pengecekan kembali data yang telah masuk selama kegiatan penelitian tindakan kelas melalui observasi dan wawancara
c.       Mengolah data hasil tes dari setiap siklus
d.      Hasil analisis yang valid dapat dijadikan sebagai data yang kongkrit
e.       Hasil tes dari evaluasi tes kemudian dipresentasikan untuk mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan konsep batuan dan jenis-jenis batuan melalui metode penemuan dalam pembelajaran IPA. Adapun untuk mengetahui penilaian yang digunakan dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Kriteria penialaian:
100
= Istimewa
50
= Hampir cukup
90
= Baik Sekali
40
= Kurang
80
= Baik
30
= Kurang sekali
70
= Lebih dari cukup
20
= Buruk
60
= Cukup
10
= Buruk sekali

Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur penilaian secara akademik. Perolehan data yang benar adalah suatu proses bahwa instrumen yang digunakan ini sebagai bukti kejelasan data.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar